Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kaitan Pariwisata dan Soft Power dalam Hubungan Internasional



Nama Joseph S. Nye, Jr yang merupakan seorang mantan dekan di School of Government Universitas Jhon F. Kennedy mulai dikenal di kalangan masyarakat luas khususnya pada civitas akademik sebagai tokoh yang pertama kali mencetuskan konsep soft power. 

Konsep power tradisional atau hard power dikenal sebagai upaya negara untuk mencapai kepentingannya dengan menggunakan kekuatan militer, ekonomi, senjata dan lain sebagainya yang bersifat memaksa. 

Di lain sisi, Joseph Nye memandang soft power sebagai kondisi dimana suatu negara mampu memberikan pengaruh kepada pola pikir dan perlakuan negara lainnya melalui pendekatan berupa bujukan dan ajakan non-kekerasan. Secara sederhana, perbedaan hard power dan soft power terletak pada bagaimana kemampuan negara melebarkan pengaruhnya.

Menurutnya, peran negara melalui pemimpinnya dan berbagai tokoh penting dalam negara sangat berpengaruh dalam menentukan segala jenis agenda politik dan mengatur kelebihan yang dimiliki negara untuk dapat mempengaruhi negara lain untuk melakukan hal yang sama.

Dengan kata lain, negara yang mampu memaksimalkan soft power power yang dimilikinya akan secara tidak langsung mempengaruhi tindakan negara lain. Soft power menurut Nye dapat diidentifikasi melalui nilai-nilai politik, budaya (sejauh mana menggunakan kekayaan budayanya untuk menarik minat masyarakat internasional) serta foreign policy mengidentifikasi negara sebagai bagian dari masyarakat internasional yang memiliki moral) (Nye, 1990).

Dilansir dari Weber Shandwick.asia, soft power memiliki ruang lingkup yang bervariasi seperti budaya, pariwisata, pendidikan, art, musik dan lain sebagainya, yang mana semua komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain (Weber Shandwick.asia, 2014). 

Salah satu aspek yang memiliki pengaruh besar adalah pariwisata. Kehadiran pariwisata menjadi senjata bagi negara untuk mengenalkan keunggulan yang dimiliki, istilahnya the story of the country will be known through tourism. Hal ini menjadi penting karena ketika masyarakat internasional tertarik dengan pariwisata suatu negara, maka tentu saja akan terjadi peningkatan signifikan dari jumlah kedatangan wisatawan asing di negara tersebut dan pada akhirnya peluang bertambahnya cadangan devisa negara akan terus mengalami pertumbuhan pesat. 

Dari segi politik, pariwisata sebagai alat soft power memungkinkan negara-negara untuk saling  membangun komunikasi dan relasi kerjasama yang memadai. Bahkan tidak menutup kemungkinan, negara akan mengubah kebijakan luar negerinya sebagai usaha membuka diri bagi peningkatan pariwisata. Inilah yang kemudian membuktikan bagaimana relasi antara soft power dan pariwisata dalam studi hubungan internasional. 

Pariwisata menjadi senjata soft power negara untuk membanguna relasi dengan negra lain serta yang paling penting adalah mencapai kepentingan nasionalnya tanpa perlu melibatkan kekerasan atau paksaan layaknya konsep hard power.

Baca Juga:

http://wisdom.lecture.ub.ac.id/2022/01/apa-sih-perbedaan-saham-dengan-crypto/

https://blog.ub.ac.id/paradigma/2022/01/16/apa-itu-mata-uang-crypto/

https://id.sejarahkita.com/kontrak-bisnis-internasional/

https://id.sejarahkita.com/pengertian-komunikasi-interpersonal/

https://id.sejarahkita.com/artikel-tentang-pertumbuhan-ekonomi/

Posting Komentar untuk "Kaitan Pariwisata dan Soft Power dalam Hubungan Internasional"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel